REKLAMASI
PULAU PUDUT, TELUK BENOA, BALI
Pulau
Bali secara geografis merupakan Pulau yang sempit yang terus mengalami
pengurangan lahan pertanian karena alih fungsi akibat pembangunan. Untuk itu Pemerintah
provinsi Bali harus memikirkan berbagai upaya terobosan dalam menjaga
perkembangan pembanguan pariwisata yang sejalan dengan kelestarian pertanian
sebagai nafas kebudayaan Bali. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program
terobosan dalam pembangunan pariwisata yang tetap mendukung kelestarian alam
dan budaya Bali.
Di
sisi lain, beberapa pantai di Pulau Bali merupakan daerah yang rawan bencana,
khususnya bencana tsunami. Hal ini lah yang mendasari adanya reklamasi di
kawasan Teluk Benoa, apalagi mengingat bahwa kondisi di wilayah perairan
tersebut yang salah satunya adalah Pulau Pudut sudah sangat terancam akibat
perubahan iklim global. Dengan adanya reklamasi ini Pemerintah setempat
berharap dapat mengurangi dampak bencana alam dan dampak iklim global serta
menangani kerusakan pantai pesisir. Kebijakan rencana pengembangan Teluk Benoa
ini sejatinya adalah untuk meningkatkan daya saing dalam bidang destinasi
wisata dengan menciptakan ikon pariwisata baru dengan menerapkan konsep green development. Reklamasi ini juga
akan menambah luas lahan dan luas hutan bagi Pulau Bali, yang tentu sangat
prospektif bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Bali apabila dikelola
dengan tepat, arif, serta bijak.
Reklamasi
ini sendiri mulai menimbulkan kontroversi sejak dikeluarkannya surat keputusan Gubernur
Bali Made Mangku Pastika Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak
Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Perairan Teluk Benoa seluas 838 hektar
yang diberikan kepada PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Rekalamasi ini
tentu saja menimbulkan polemik akibat
adanya pihak pro dan kontra atas berbagai pertimbangan jika proyek reklamasi
ini di bangun. Pihak kontra mendasari argumennya pada beberapa peraturan yang
menyatakan bahwa reklamasi tersebut ternyata melanggar peraturan-peraturan yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
Pertama,
melanggar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VII/2010 tanggal 16 juni
tentang Yudicial Review beberapa
pasal UU Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesirir dan Pulau-Pulau
kecil. Kedua, SK melanggar Perpres Nomor 45 tahun 2011 tentang rencana tata
ruang kawasan sarbagita terkait kawasan Teluk Benoa merupakan kawasan
konservasi. Ketiga, SK juga melanggar Perpres Nomor 122 tahun 2012 tentang
reklamasi di wilayah pesisir dan Pulau-Pulau kecil yang salah satu pasalnya
menyebutkan tidak boleh melakukan reklamasi dikawasan konservasi. Sedangkan pihak pro beranggapan bahwa
reklamasi ini bertujuan untuk kemajuan dan masa depan Bali dan mereklamasi Bali
merupakan legal hukumnya, hal ini sesuai dengan Perpres Nomor 51/2014.
Pada tanggal 30 Mei 2014 Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menandatangani Perpres Nomor 51 tahun 2014. Inti dari Perpres
ini adalah berubahnya status Teluk Benoa dari kawasan konservasi perairan
menjedi kawasan pemanfaatan umum dan diijinkannya reklamasi seluas maksimal 700
hektar.
Kasus ini sendiri sampai saat ini belum
berakhir, hal ini terlihat dengan kembali adanya demonstrasi besar-besaran oleh
ribuan warga dari 27 Desa Adat Pakraman. Ribuan
orang ini bergerak dari Desa Adat Kelan menuju bundaran Tuban dengan berjalan
kaki sejauh 1,5 KM. Mereka membawa spanduk yang berisikan kampanye tolak
reklasmasi Teluk Benoa, dan batalkan Perpres No 51 tahun 2014.
Dalam perkembangan pembangunan ke depan,
reklamasi dan kehadiran Pulau baru ini diharapkan akan memiliki keuntungan bagi
masyarakat Bali, diantaranya secara geografis luas Pulau Bali akan bertambah,
dalam hal lapangan kerja, dibangunnya akomodasi pariwisata dan fasilitas umum
akan memberikan peluang lapangan kerja bagi masyarakat Bali dalam 5 sampai 10
tahun mendatang. Diperkirakan sekitar 200.000 lapangan kerja baru akan tersedia
di kawasan ini. Saat ini jumlah angkatan kerja, khususnya lulusan perguruan
tinggi, terus bertambah, kemudian keberadaan Pulau reklamasi akan menjadi
destinasi wisata baru.
Dalam hal hubungannya dengan keuangan negara,
dengan suksesnya reklamasi ini otomatis akan menambah pendapatan asli daerah,
yang dimana salah satu ruang lingkup dari keuangan negara adalah penerimaan
daerah. Kemudian rata-rata pendapatan
masyarakat disekitar akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah turis
yang berkunjung ke daerah tersebut sehingga taraf hidup masyarakat akan
perlahan naik. Kemudian kasus ini sendiri juga direncanakan akan diperiksa oleh
KPK untuk menyelidiki apakah ada indikasi terjadinya korupsi didalam mega
proyek ini mengingat bahwa reklamasi di Jakarta menyebabkan beberapa orang
ditangkap oleh KPK lantaran menerima suap oleh perusahaan yang akan mereklamasi
Teluk Jakarta. Apabila terbukti adanya indikasi korupsi maupun penyuapan, maka
sangat jelas bahwa perbuatan tersebut sangat merugikan keuangan negara dengan
cara melawan hukum.
Sekian :)))
1 komentar:
sukses bang...
Posting Komentar