Pages

Rabu, 21 September 2016

Jurnal/Makalah/Artikel tentang zakat sebagai instrumen kebijakan fiskal di indonesia

ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA

I. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya yang bertujuan mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata secara material dan spiritual berdasarkan Pancasila dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia.
Pembangunan Nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah, masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang demi tercapainya pembangunan tersebut. Kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintah saling menunjang, saling mengisi dan saling melengkapi  dalam satu kesatuan menuju terciptanya pembanguan nasional dengan menggunakan seluruh sumber daya nasional yang ada.
Indonesia yang mempunyai penduduk mayoritas beragama Islam, tentunya ada beberapa model ekonomi yang dijalankan oleh negara dengan pertimbangan mayoritas tersebut. Juga dalam kebijakan fiskal, namun demikian Indonesia bukan negara yang berbasis ideologi Islam tetapi negara yang berdasarkan kebangsaan, sehingga konsekuensinya adalah mengharuskan penerapan-penerapan sistem yang tetap mengakomodasi kepentingan nasional, sesuai dengan paradigma bangsa.
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem ekonomi yang bertumpu pada mekanisme pasar yang terkendali, pengendalian pasar dalam bentuk praktek perekonomian di bidang fiskal, Indonesia mengartikulasikan dalam bentuk kebijakan pengeluaran dan kebijakan pendapatan yang dimanifestasikan dalam bentuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Di Indonesia Pendapatan negara meliputi penerimaan perpajakan dan penerimaan non-pajak seperti sumber daya alam dan laba BUMN. Adapun belanja negara meliputi belanja pemerintah pusat seperti belanja pegawai, barang, modal, subsidi, dan belanja pemerintah daerah.
Pendapatan dan pengeluaran dalam ekonomi Islam salah satunya diatur melalui mekanisme zakat. Implikasi zakat dapat meminimalisir kesenjangan sosial dalam masyarakat, zakat diharapkan dapat meningkatkan dan menumbuhkan perekonomian baik individu maupun masyarakat. Tujuan utama dari kegiatan zakat berdasarkan sudut pandang sistem ekonomi pasar adalah menciptakan distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Selain untuk tujuan distribusi, maka analisa kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi pasar dilakukan untuk melihat bagaimana dampak dari zakat terhadap kegiatan alokasi sumber daya ekonomi dan stabilisasi kegiatan ekonomi.
Dalam struktur ekonomi secara umum, unsur utama dari kebijakan fiskal adalah unsur-unsur yang berasal dari berbagai jenis pajak sebagai sumber penerimaan pemerintah dan unsur-unsur yang berkaitan dengan variabel pengeluaran pemerintah. Tidak ada unsur zakat di dalam data anggaran pendapatan dan belanja pemerintah, karena memang kegiatan zakat belum termasuk dalam catatan statistik resmi pemerintah. Indonesia dengan mayoritas muslim terbesar di dunia sangat berpotensi dalam mengumpulkan dana zakat.
Kemudian supaya zakat dapat dimanfaatkan bagi pembangunan bangsa dan ketahanan negara terutama dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah.
Di Indonesia pengelolaan zakat sudah diatur dalam bentuk Undang-undang, yaitu Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dengan Undang-undang ini, pengelolaan zakat di Indonesia dibentuk oleh pemerintah (negara), disamping juga oleh masyarakat yang dikukuhkan oleh pemerintah. Dalam pelaksanaannya, Undang-undang ini ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan KMA No. 373 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 38/1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Namun dampak zakat terhadap kegiatan ekonomi masih kecil, ini tentunya disebabkan karena masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk berzakat dan tidak adanya sanksi bagi para muzakki yang tidak mengeluarkan zakat.

II. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang dipaparkan di atas maka pokok masalahnya adalah:
1. Bagaimana strategi menjadikan zakat sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal di Indonesia?
2. Bagaimana implementasi zakat sebagai instrumen kebijakan fiskal di Indonesia?

III. RINGKASAN ANALISA
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja suatu Negara (APBN). Prinsip Islam tentang kebijakan fiskal dan angggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan yang berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama. Dalam masalah kebijakan fiskal yang kerangka kerjanya adalah sistem pemasukan dan pengeluaran suatu negara, maka negara sebagai institusi publik melakukan kerangka kerja tersebut dengan melibatkan masyarakat negara, dengan pengertian bahwa kebijakan pemasukan diharapkan dapat dioptimalkan dari masyarakat yang kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat. Salah satu fungsi fiskal yang terpenting adalah fungsi distribusinya. Fungsi ini umumnya dilaksanakan dengan memungut pajak progresif dan penekanan pada pajak langsung, baik pajak peorangan maupun pajak perusahaan. Aktor dari fungsi distribusi ini adalah pemerintah.
Dalam Islam dikenal adanya konsep zakat, infaq, ṣadaqah dan wakaf (ZISWA). Zakat merupakan kewajiban untuk mengeluarkan sebagian pendapatan atau harta seseorang yang telah memenuhi syarat syariah Islam guna diberikan kepada berbagai unsur masyarakat yang telah ditetapkan dalam syariah Islam. Infaq, ṣadaqah dan wakaf merupakan pengeluaran ‘sukarela’ yang juga dianjurkan dalam Islam. Dengan demikian ZISWA merupakan unsur-unsur yang terkandung dalam kebijakan fiskal. Pengumpulan dan pengeluaran dana zakat dapat dipandang sebagai kegiatan untuk distribusi pendapatan yang lebih merata.
Islam tidak menghendaki adanya harta yang diam dalam tangan seseorang. Apabila harta tersebut telah cukup nisabnya, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini bisa tercapai apabila pemerintah ikut serta dalam mendorong masyarakat untuk membayar zakat yaitu dengan mengeluarkan peraturan berupa undang-undang serta memberikan sanksi yang tegas kepada para pelanggar. Dengan demikian tampak adanya usaha untuk mendorong masyarakat memutarkan hartanya ke dalam sistem perekonomian, sehingga bisa menghasilkan pertumbuhan ekonomi masyarakat mengikutsertakan negara dalam tanggung jawab mendapatkan zakat dan mendistribusikannya.
Zakat adalah suatu kewajiban finansial yang diambil dari orang-orang kaya dan diserahkan kepada orang-orang fakir. Yang mengambilnya adalah penguasa atau pemerintah yang sah menurut syari’ah melalui orang yang disebut al-Qur’an sebagai amil zakat, yaitu mereka yang mengurusi urusan zakat; memungut, menjaga, menyalurkan dan menghitungnya.
Dalam hal pengelolaannya, zakat dapat dikelola oleh pemerintah dengan membentuk kantor pengelolaan zakat atau Dirjen Zakat yang berada dibawah naungan Departemen Keuangan. Kemudian Departemen Keuangan kerjasama dengan beberapa departemen, seperti: Departemen Dalam Negeri yaitu dalam hal menyiapkan posisi zakat dalam pendapatan APBN dan APBD, Departemen Agama dalam hal pengoptimalisasian kesadaran masyarakat dalam berzakat, misalnya dengan melakukan sosialisasi kolektif dari ulama, sedangkan Departemen Keuangan dalam hal melakukan pengelolaan perhitungan zakat.
Kemudian dalam halpenghimpunan dana zakat bisa dilakukan kerjasama dengan BMI (Bank Muamalat Indonesia), bank-bank Syari’ah, sedangkan ujung tombaknya yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang ditunjuk oleh pemerintah. Sistem pengumpulan zakat sama halnya seperti sistem pemungutan pajak yaitu dengan menggunakan salah satu dari sistem pemungutan pajak, bisa menguunakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (official assessment system). Karena para wajib zakat belum tentu bisa menghitung zakat yang harus dikeluarkan. Atau bisa juga menggunakan sistem self assessment system, apabila wajib zakat sudah bisa menghitung sendiri zakat yang harus dikeluarkan.
 Pengelolaan zakat oleh negara atau pemerintah sangat erat kaitannya dengan kemaslahatan. Dalam hal pengelolaan zakat, kemaslahatan itu adalah tercapainya tujuan dan hikmah pensyariatan zakat yaitu tepat guna kepada delapan asnaf yang sudah ditentukan di dalam Al-Quran yaitu:
1. Fakir (al Fuqara)  adalah orang yang tiada harta pendapatan yang mencukupi untuknya dan keperluannya. Tidak mempunyai keluarga untuk mencukupkan nafkahnya seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal.
2. Miskin (al-Masakin) yaitu mempunyai kemampuan usaha untuk mendapatkan keperluan hidupnya akan tetapi tidak mencukupi sepenuhnya
3. Amil adalah orang yang dilantik untuk memungut dan mengagih wang zakat.
4. Muallaf merupakan seseorang yang baru memeluk agama Islam.
5. Riqab merupakan seseorang yang terbelenggu dan tiada kebebasan diri.
6. Gharimin yaitu penghutang muslim yang tidak mempunyai sumber untuk menjelaskan hutang yang diharuskan oleh syarak pada perkara asasi untuk diri dan tanggungjawab yang wajib ke atasnya.
7. Fisabilillah adalah orang yang berjuang, berusaha dan melakukan aktiviti untuk menegakkan dan meninggikan agama Allah.
8. Ibnus Sabil yaitu musafir yang kehabisan bekalan dalam perjalanan atau semasa memulakan perjalanan dari negaranya yang mendatangkan pulangan yang baik kepada Islam dan umatnya atau orang Islam yang tiada perbekalan di jalanan.

IV. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari pokok permasalahan bahwa:
1. Zakat yang merupakan instrumen kebijakan fiskal Islam dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal di Indonesia. Adapun strategi menjadikan zakat sebagai instrumen kebijakan fiskal di Indonesia yaitu melalui kebijakan pemerintah dan penegakkan hukum dengan peraturan perundang-undangan tentang zakat.
2. Apabila zakat menjadi instrumen kebijakan fiskal di Indonesia maka pelaksanaannya:
a. Pengelola, zakat dikelola oleh pemerintah dengan membentuk kantor pengelolaan zakat atau Dirjen Zakat yang berada dibawah naungan Departemen Keuangan. Kemudian Departemen Keuangan kerjasama dengan Departemen Dalam Negeri untuk menyiapkan posisi zakat dalam pendapatan APBN dan APBD, Departemen Agama dalam hal pengoptimalan kesadaran masyarakat dalam berzakat, misalnya dengan sosialisasi kolektif dari ulama, sedangkan Departemen Keuangan dalam hal melakukan pengelolaan perhitungan zakat.
b. Penghimpunan, penghimpunan dana zakat bisa dilakukan kerjasama dengan Bank Muamalat Indonesia, bank-bank Syari’ah, sedangkan ujung tombaknya yaitu Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat yang ditunjuk oleh pemerintah. Sistem pengumpulan zakat sama halnya seperti sistem pemungutan pajak yaitu dengan official assessment system atau self assessment system.
c. Pendayagunaan, dana zakat yang menjadi instrumen kebijakan fiskal di Indonesia dalam pendayagunaanya  tetap di distribusikan kepada delapan aṣnaf.

V. DAFTAR PUSTAKA



Thank you :)))

0 komentar:

Posting Komentar