Pages

Rabu, 21 September 2016

Jurnal/Analisis/Artikel tentang reklamasi pulau pudut, bali

REKLAMASI PULAU PUDUT, TELUK BENOA, BALI
Pulau Bali secara geografis merupakan Pulau yang sempit yang terus mengalami pengurangan lahan pertanian karena alih fungsi akibat pembangunan. Untuk itu Pemerintah provinsi Bali harus memikirkan berbagai upaya terobosan dalam menjaga perkembangan pembanguan pariwisata yang sejalan dengan kelestarian pertanian sebagai nafas kebudayaan Bali. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program terobosan dalam pembangunan pariwisata yang tetap mendukung kelestarian alam dan budaya Bali.
Di sisi lain, beberapa pantai di Pulau Bali merupakan daerah yang rawan bencana, khususnya bencana tsunami. Hal ini lah yang mendasari adanya reklamasi di kawasan Teluk Benoa, apalagi mengingat bahwa kondisi di wilayah perairan tersebut yang salah satunya adalah Pulau Pudut sudah sangat terancam akibat perubahan iklim global. Dengan adanya reklamasi ini Pemerintah setempat berharap dapat mengurangi dampak bencana alam dan dampak iklim global serta menangani kerusakan pantai pesisir. Kebijakan rencana pengembangan Teluk Benoa ini sejatinya adalah untuk meningkatkan daya saing dalam bidang destinasi wisata dengan menciptakan ikon pariwisata baru dengan menerapkan konsep green development. Reklamasi ini juga akan menambah luas lahan dan luas hutan bagi Pulau Bali, yang tentu sangat prospektif bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Bali apabila dikelola dengan tepat, arif, serta bijak.
Reklamasi ini sendiri mulai menimbulkan kontroversi sejak dikeluarkannya surat keputusan Gubernur Bali Made Mangku Pastika Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Perairan Teluk Benoa seluas 838 hektar yang diberikan kepada PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Rekalamasi ini tentu saja  menimbulkan polemik akibat adanya pihak pro dan kontra atas berbagai pertimbangan jika proyek reklamasi ini di bangun. Pihak kontra mendasari argumennya pada beberapa peraturan yang menyatakan bahwa reklamasi tersebut ternyata melanggar peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pertama, melanggar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VII/2010 tanggal 16 juni tentang Yudicial Review beberapa pasal UU Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesirir dan Pulau-Pulau kecil. Kedua, SK melanggar Perpres Nomor 45 tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan sarbagita terkait kawasan Teluk Benoa merupakan kawasan konservasi. Ketiga, SK juga melanggar Perpres Nomor 122 tahun 2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir dan Pulau-Pulau kecil yang salah satu pasalnya menyebutkan tidak boleh melakukan reklamasi dikawasan konservasi. Sedangkan pihak pro beranggapan bahwa reklamasi ini bertujuan untuk kemajuan dan masa depan Bali dan mereklamasi Bali merupakan legal hukumnya, hal ini sesuai dengan Perpres Nomor 51/2014. Pada tanggal 30 Mei 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Perpres Nomor 51 tahun 2014. Inti dari Perpres ini adalah berubahnya status Teluk Benoa dari kawasan konservasi perairan menjedi kawasan pemanfaatan umum dan diijinkannya reklamasi seluas maksimal 700 hektar.
Kasus ini sendiri sampai saat ini belum berakhir, hal ini terlihat dengan kembali adanya demonstrasi besar-besaran oleh ribuan warga dari 27 Desa Adat Pakraman. Ribuan orang ini bergerak dari Desa Adat Kelan menuju bundaran Tuban dengan berjalan kaki sejauh 1,5 KM. Mereka membawa spanduk yang berisikan kampanye tolak reklasmasi Teluk Benoa, dan batalkan Perpres No 51 tahun 2014.
Dalam perkembangan pembangunan ke depan, reklamasi dan kehadiran Pulau baru ini diharapkan akan memiliki keuntungan bagi masyarakat Bali, diantaranya secara geografis luas Pulau Bali akan bertambah, dalam hal lapangan kerja, dibangunnya akomodasi pariwisata dan fasilitas umum akan memberikan peluang lapangan kerja bagi masyarakat Bali dalam 5 sampai 10 tahun mendatang. Diperkirakan sekitar 200.000 lapangan kerja baru akan tersedia di kawasan ini. Saat ini jumlah angkatan kerja, khususnya lulusan perguruan tinggi, terus bertambah, kemudian keberadaan Pulau reklamasi akan menjadi destinasi wisata baru.

Dalam hal hubungannya dengan keuangan negara, dengan suksesnya reklamasi ini otomatis akan menambah pendapatan asli daerah, yang dimana salah satu ruang lingkup dari keuangan negara adalah penerimaan daerah. Kemudian  rata-rata pendapatan masyarakat disekitar akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah turis yang berkunjung ke daerah tersebut sehingga taraf hidup masyarakat akan perlahan naik. Kemudian kasus ini sendiri juga direncanakan akan diperiksa oleh KPK untuk menyelidiki apakah ada indikasi terjadinya korupsi didalam mega proyek ini mengingat bahwa reklamasi di Jakarta menyebabkan beberapa orang ditangkap oleh KPK lantaran menerima suap oleh perusahaan yang akan mereklamasi Teluk Jakarta. Apabila terbukti adanya indikasi korupsi maupun penyuapan, maka sangat jelas bahwa perbuatan tersebut sangat merugikan keuangan negara dengan cara melawan hukum.


Sekian :)))

Jurnal/Analisis tentang objek kekayaan negara yang dipisahkan (perum damri)

OBJEK-OBJEK KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN
BUMN (Badan Usaha Milik Negara)

Menurut UU No. 19 tahun 2003, Pengertian BUMN adalah badan usaha yang baik seluruh maupun sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara, di mana melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang terpisahkan. BUMN memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan berbagai macam barang dan jasa untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, yaitu kesejahteraan untuk seluruh rakyat. BUMN mencakup berbagai sektor, seperti halnya sektor keuangan, sektor industri, sektor pertanian, sektor perkebunan, sektor kehutanan, sektor transportasi dan lain sebagainya.
Jenis – jenis BUMN
Dalam UU RI No. 19 Tahun 2003 Mengenai BUMN, BUMN terbagi atas dua jenis yaitu Badan Usaha Persero (perseroan) dan Badan Usaha Perum (umum).
1.     Perusahaan Perseroan atau yang biasa disebut Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan hal ini sesuai dengan PP Nomor 45 Tahun 2005. Persero ini dipimpin oleh direksi dan pegawainya berstatus pegawai swasta. Contoh persero diantaranya PT Garuda Indonesia, PT Kimia Farma, PT Kereta Api Indonesia, PT Jamsostek, PT Pegadaian, PT PLN, Bank BNI, dan lain sebagainya.
2.     Perusahaan Umum atau yang biasa disebut Perum adalah BUMN yang modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan hal ini sesuai dengan PP No. 45 Tahun 2005. Contoh dari Perum antara lain Perum Peruri / PNRI (Percetakan Negara RI), Perum Perhutani, Perum Damri, dan lain sebagainya.

PERUM DAMRI
Perum DAMRI merupakan perpanjangan sejarah warisan dari perusahaan angkutan semasa pendudukan Jepang di Indonesia pada kurun tahun sekitar 1943, yaitu dari semulanya bernama Jawa Unyu Zigyosha-sebuah perusahaan angkutan barang dengan truk dan cikar dipulau jawa serta Zidosha Sokyoku adalah sebuah perusahaan angkutan penumpang bus. Pada saat kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 kedua perusahaan angkutan tersebut direbut paksa oleh para pejuang Indonesia dan diserahterimakan kepada Pemerintah Republik Indonesia yang kemudian mengelolanya dibawah fungsi Depertemen Perhubungan. Oleh pemerintah Republik Indonesia, kedua perusahaan angkutan warisan jepang tersebut diubah namanya menjadi "Djawatan Pengangkutan Untuk Angkutan Barang" dan "Djawatan Angkutan Darat Untuk Angkutan Penumpang". 
Pada tanggal 25 November 1946, berdasarkan maklumat Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 01/DM/46, kedua perusahaan tersebut disatukan dan diberi nama "Djawatan Angkoetan Motor Republik Indonesia" atau disingkat DAMRI.
Berdasarkan maklumat tersebut maka fungsi utama DAMRI adalah menyelenggarakan angkutan darat bagi kepentingan masyarakat yang bersifat vital dengan menggunakan truk, bus serta jenis angkutan motor lainnya. Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1984, sebagaimana telah diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor :31 Tahun 2002 status DAMRI diubah menjadi Perusahaan Umum DAMRI dengan lapangan usaha berupa angkutan bus kota, angkutan perintis, angkutan antar wilayah, angkutan wisata serta jenis angkutan lainnya yang dimungkinkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
Outpunya adalah berupa pelayanan jasa kepada masyarakat melalui transportasi darat, baik angkutan bandara, angkutan antar kota, angkutan dalam kota, angkutan antar negara, angkutan keperintisan, angkutan barang/paket, dan angkutan travel/wisata. Kemudian modal perum DAMRI seluruhnya merupakan milik negara, sehingga politik dan tarif harga pada PERUM DAMRI ini tergantung kepada pemerintah.

Keuangan Negara merupakan sumber penyertaan modal terbesar bagi BUMN, Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada perusahaan  negara/BUMN  dengan terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD, sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara sebagai hukum positif yang mengatur BUMN, secara tegas dalam Pasal 4 menyatakan bahwa kekayaan negara yang dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tersebut juga ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “dipisahkan” adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
Dalam PP No.41 Tahun 2003 Tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan MenteriKeuangan pada Persero, Perum dan Perjan Kepada Meneg BUMN, pengelolaannya BUMN dipertanggungjawabkan pada Menteri BUMN, dan pengawasan terhadap BUMN dilakukan oleh Menteri Keuangan. Kemudian dalam hal hubungan perum dengan kekayaan negara adalah karena kepemilikan modal perum merupakan ada pada pemerintah maka segala kerugian yang dialami perum DAMRI akan menjadi kerugian negara. 


Terimakasih :)))

Jurnal/Makalah/Artikel tentang zakat sebagai instrumen kebijakan fiskal di indonesia

ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA

I. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya yang bertujuan mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata secara material dan spiritual berdasarkan Pancasila dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia.
Pembangunan Nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah, masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang demi tercapainya pembangunan tersebut. Kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintah saling menunjang, saling mengisi dan saling melengkapi  dalam satu kesatuan menuju terciptanya pembanguan nasional dengan menggunakan seluruh sumber daya nasional yang ada.
Indonesia yang mempunyai penduduk mayoritas beragama Islam, tentunya ada beberapa model ekonomi yang dijalankan oleh negara dengan pertimbangan mayoritas tersebut. Juga dalam kebijakan fiskal, namun demikian Indonesia bukan negara yang berbasis ideologi Islam tetapi negara yang berdasarkan kebangsaan, sehingga konsekuensinya adalah mengharuskan penerapan-penerapan sistem yang tetap mengakomodasi kepentingan nasional, sesuai dengan paradigma bangsa.
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem ekonomi yang bertumpu pada mekanisme pasar yang terkendali, pengendalian pasar dalam bentuk praktek perekonomian di bidang fiskal, Indonesia mengartikulasikan dalam bentuk kebijakan pengeluaran dan kebijakan pendapatan yang dimanifestasikan dalam bentuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Di Indonesia Pendapatan negara meliputi penerimaan perpajakan dan penerimaan non-pajak seperti sumber daya alam dan laba BUMN. Adapun belanja negara meliputi belanja pemerintah pusat seperti belanja pegawai, barang, modal, subsidi, dan belanja pemerintah daerah.
Pendapatan dan pengeluaran dalam ekonomi Islam salah satunya diatur melalui mekanisme zakat. Implikasi zakat dapat meminimalisir kesenjangan sosial dalam masyarakat, zakat diharapkan dapat meningkatkan dan menumbuhkan perekonomian baik individu maupun masyarakat. Tujuan utama dari kegiatan zakat berdasarkan sudut pandang sistem ekonomi pasar adalah menciptakan distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Selain untuk tujuan distribusi, maka analisa kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi pasar dilakukan untuk melihat bagaimana dampak dari zakat terhadap kegiatan alokasi sumber daya ekonomi dan stabilisasi kegiatan ekonomi.
Dalam struktur ekonomi secara umum, unsur utama dari kebijakan fiskal adalah unsur-unsur yang berasal dari berbagai jenis pajak sebagai sumber penerimaan pemerintah dan unsur-unsur yang berkaitan dengan variabel pengeluaran pemerintah. Tidak ada unsur zakat di dalam data anggaran pendapatan dan belanja pemerintah, karena memang kegiatan zakat belum termasuk dalam catatan statistik resmi pemerintah. Indonesia dengan mayoritas muslim terbesar di dunia sangat berpotensi dalam mengumpulkan dana zakat.
Kemudian supaya zakat dapat dimanfaatkan bagi pembangunan bangsa dan ketahanan negara terutama dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah.
Di Indonesia pengelolaan zakat sudah diatur dalam bentuk Undang-undang, yaitu Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dengan Undang-undang ini, pengelolaan zakat di Indonesia dibentuk oleh pemerintah (negara), disamping juga oleh masyarakat yang dikukuhkan oleh pemerintah. Dalam pelaksanaannya, Undang-undang ini ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan KMA No. 373 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 38/1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Namun dampak zakat terhadap kegiatan ekonomi masih kecil, ini tentunya disebabkan karena masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk berzakat dan tidak adanya sanksi bagi para muzakki yang tidak mengeluarkan zakat.

II. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang dipaparkan di atas maka pokok masalahnya adalah:
1. Bagaimana strategi menjadikan zakat sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal di Indonesia?
2. Bagaimana implementasi zakat sebagai instrumen kebijakan fiskal di Indonesia?

III. RINGKASAN ANALISA
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja suatu Negara (APBN). Prinsip Islam tentang kebijakan fiskal dan angggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan yang berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama. Dalam masalah kebijakan fiskal yang kerangka kerjanya adalah sistem pemasukan dan pengeluaran suatu negara, maka negara sebagai institusi publik melakukan kerangka kerja tersebut dengan melibatkan masyarakat negara, dengan pengertian bahwa kebijakan pemasukan diharapkan dapat dioptimalkan dari masyarakat yang kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat. Salah satu fungsi fiskal yang terpenting adalah fungsi distribusinya. Fungsi ini umumnya dilaksanakan dengan memungut pajak progresif dan penekanan pada pajak langsung, baik pajak peorangan maupun pajak perusahaan. Aktor dari fungsi distribusi ini adalah pemerintah.
Dalam Islam dikenal adanya konsep zakat, infaq, ṣadaqah dan wakaf (ZISWA). Zakat merupakan kewajiban untuk mengeluarkan sebagian pendapatan atau harta seseorang yang telah memenuhi syarat syariah Islam guna diberikan kepada berbagai unsur masyarakat yang telah ditetapkan dalam syariah Islam. Infaq, ṣadaqah dan wakaf merupakan pengeluaran ‘sukarela’ yang juga dianjurkan dalam Islam. Dengan demikian ZISWA merupakan unsur-unsur yang terkandung dalam kebijakan fiskal. Pengumpulan dan pengeluaran dana zakat dapat dipandang sebagai kegiatan untuk distribusi pendapatan yang lebih merata.
Islam tidak menghendaki adanya harta yang diam dalam tangan seseorang. Apabila harta tersebut telah cukup nisabnya, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini bisa tercapai apabila pemerintah ikut serta dalam mendorong masyarakat untuk membayar zakat yaitu dengan mengeluarkan peraturan berupa undang-undang serta memberikan sanksi yang tegas kepada para pelanggar. Dengan demikian tampak adanya usaha untuk mendorong masyarakat memutarkan hartanya ke dalam sistem perekonomian, sehingga bisa menghasilkan pertumbuhan ekonomi masyarakat mengikutsertakan negara dalam tanggung jawab mendapatkan zakat dan mendistribusikannya.
Zakat adalah suatu kewajiban finansial yang diambil dari orang-orang kaya dan diserahkan kepada orang-orang fakir. Yang mengambilnya adalah penguasa atau pemerintah yang sah menurut syari’ah melalui orang yang disebut al-Qur’an sebagai amil zakat, yaitu mereka yang mengurusi urusan zakat; memungut, menjaga, menyalurkan dan menghitungnya.
Dalam hal pengelolaannya, zakat dapat dikelola oleh pemerintah dengan membentuk kantor pengelolaan zakat atau Dirjen Zakat yang berada dibawah naungan Departemen Keuangan. Kemudian Departemen Keuangan kerjasama dengan beberapa departemen, seperti: Departemen Dalam Negeri yaitu dalam hal menyiapkan posisi zakat dalam pendapatan APBN dan APBD, Departemen Agama dalam hal pengoptimalisasian kesadaran masyarakat dalam berzakat, misalnya dengan melakukan sosialisasi kolektif dari ulama, sedangkan Departemen Keuangan dalam hal melakukan pengelolaan perhitungan zakat.
Kemudian dalam halpenghimpunan dana zakat bisa dilakukan kerjasama dengan BMI (Bank Muamalat Indonesia), bank-bank Syari’ah, sedangkan ujung tombaknya yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang ditunjuk oleh pemerintah. Sistem pengumpulan zakat sama halnya seperti sistem pemungutan pajak yaitu dengan menggunakan salah satu dari sistem pemungutan pajak, bisa menguunakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (official assessment system). Karena para wajib zakat belum tentu bisa menghitung zakat yang harus dikeluarkan. Atau bisa juga menggunakan sistem self assessment system, apabila wajib zakat sudah bisa menghitung sendiri zakat yang harus dikeluarkan.
 Pengelolaan zakat oleh negara atau pemerintah sangat erat kaitannya dengan kemaslahatan. Dalam hal pengelolaan zakat, kemaslahatan itu adalah tercapainya tujuan dan hikmah pensyariatan zakat yaitu tepat guna kepada delapan asnaf yang sudah ditentukan di dalam Al-Quran yaitu:
1. Fakir (al Fuqara)  adalah orang yang tiada harta pendapatan yang mencukupi untuknya dan keperluannya. Tidak mempunyai keluarga untuk mencukupkan nafkahnya seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal.
2. Miskin (al-Masakin) yaitu mempunyai kemampuan usaha untuk mendapatkan keperluan hidupnya akan tetapi tidak mencukupi sepenuhnya
3. Amil adalah orang yang dilantik untuk memungut dan mengagih wang zakat.
4. Muallaf merupakan seseorang yang baru memeluk agama Islam.
5. Riqab merupakan seseorang yang terbelenggu dan tiada kebebasan diri.
6. Gharimin yaitu penghutang muslim yang tidak mempunyai sumber untuk menjelaskan hutang yang diharuskan oleh syarak pada perkara asasi untuk diri dan tanggungjawab yang wajib ke atasnya.
7. Fisabilillah adalah orang yang berjuang, berusaha dan melakukan aktiviti untuk menegakkan dan meninggikan agama Allah.
8. Ibnus Sabil yaitu musafir yang kehabisan bekalan dalam perjalanan atau semasa memulakan perjalanan dari negaranya yang mendatangkan pulangan yang baik kepada Islam dan umatnya atau orang Islam yang tiada perbekalan di jalanan.

IV. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari pokok permasalahan bahwa:
1. Zakat yang merupakan instrumen kebijakan fiskal Islam dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal di Indonesia. Adapun strategi menjadikan zakat sebagai instrumen kebijakan fiskal di Indonesia yaitu melalui kebijakan pemerintah dan penegakkan hukum dengan peraturan perundang-undangan tentang zakat.
2. Apabila zakat menjadi instrumen kebijakan fiskal di Indonesia maka pelaksanaannya:
a. Pengelola, zakat dikelola oleh pemerintah dengan membentuk kantor pengelolaan zakat atau Dirjen Zakat yang berada dibawah naungan Departemen Keuangan. Kemudian Departemen Keuangan kerjasama dengan Departemen Dalam Negeri untuk menyiapkan posisi zakat dalam pendapatan APBN dan APBD, Departemen Agama dalam hal pengoptimalan kesadaran masyarakat dalam berzakat, misalnya dengan sosialisasi kolektif dari ulama, sedangkan Departemen Keuangan dalam hal melakukan pengelolaan perhitungan zakat.
b. Penghimpunan, penghimpunan dana zakat bisa dilakukan kerjasama dengan Bank Muamalat Indonesia, bank-bank Syari’ah, sedangkan ujung tombaknya yaitu Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat yang ditunjuk oleh pemerintah. Sistem pengumpulan zakat sama halnya seperti sistem pemungutan pajak yaitu dengan official assessment system atau self assessment system.
c. Pendayagunaan, dana zakat yang menjadi instrumen kebijakan fiskal di Indonesia dalam pendayagunaanya  tetap di distribusikan kepada delapan aṣnaf.

V. DAFTAR PUSTAKA



Thank you :)))

Jurnal Perbandingan data PAD dan Dana Perimbangan


Data PAD dan Dana Perimbangan Kota Subulussalam dari tahun 2010 s.d. Tahun 2015 (dalam jutaan rupiah)



2010
2011
2012
2013
2014
2015
PAD
           6.200
          8.582
        6.634
        8.131
      11.953
      37.019
Pajak daerah
           2.130
          2.520
        2.370
        2.610
        4.930
        5.930
Retribusi daerah 
           1.071
          1.596
        1.782
        3.061
        4.163
        1.858
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
                    -
                  5
              65
           300
           300
           300
Lain-lain PAD yang sah
           2.999
          4.461
        2.417
        2.160
        2.560
      28.931
Dana Perimbangan
      221.693
     241.479
   281.972
   308.917
   325.928
   348.844
DBH
         33.517
       24.859
      24.859
      29.859
      20.086
      19.615
DAU
      163.056
     185.848
   225.257
   251.600
   278.513
   292.297
DAK
         25.120
       30.772
      31.856
      27.458
      27.329
      36.932


1. Analisis Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan Kota Subulussalam periode 2010 s.d. 2015

Sejak mekar dari Kabupaten Aceh Singkil, 2 Januari 2007, Kota Subulussalam menjelma menjadi kota yang berbeda. Hal ini bisa dilihat dari luas wilayah 1.391 km2, terdapat sekitar 23.630 hektare (ha) lebih lahan perkebunan rakyat dan 4.394 ha sawah milik masyarakat. Itu artinya sebagian besar luas wilayah Kota Subulussalam merupakan lahan perkebunan. Dibandingkan dengan berbagai daerah lainnya, Kota Subulussalam masih tergolong daerah yang belum bisa mandiri, hal ini terlihat dari data PAD dan Dana Perimbangan dari 5 terakhir yang tergolong masih sedikit apalagi sering mengalami fluktuasi. Pajak daerah misalnya pada tahun 2012 mengalami penurunan akan tetapi kembali mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2014.
Kemudian retribusi daerah yang pada tahun 2013 dan 2014 mengalami kenaikan akan tetapi mengalami penurunan yang drastis pada tahun 2015 berbanding terbalik dengan PAD lain-lain yang sah yang mengalami kenaikan yang sangat drastis pada tahun 2015. Kemudian dari segi Dana Perimbangan, Dana Bagi Hasil mengalami fluktuasi yang tidak teratur dalam 5 tahun terakhir begitu juga dengan Dana Alokasi Khusus, akan tetapi berbanding terbalik dengan Dana Alokasi Umum yang setiap tahunnya mengalaki kenaikan.


2. Meningkatkan Potensi Pendapatan Asli Daerah


Seperti yang sudah dipaparkan diatas bahwa lebih dari sebagian wilayah Kota Subulussalam adalah lahan perkebunan baik perkebunan kelapa sawit, karet, dan lain-lain, ditambah juga dengan lahan pertanian. Hal ini menandakan bahwa kemungkinan kenaikan dalam PAD sangat ditentukan oleh pengelolaan lahan perkebunan dan pertanian tersebut. Selain dari potensi perkebunan dan pertanian, Kota Subulussalam juga terkenal dengan pertambangannya. Saat ini sudah tercatat 10 perusahaan pertambangan yang beroperasi di Kota Subulussalam, walaupun hanya 1 perusahaan tambang yang sudah melakukan izin produksi, sedangkan perusahaan lainnya masih izin eksplorasi.
Perusahaan yang beroperasi di Kota Subulussaam masih mengeksplorasi jenis galian Bijih Besi DMP, batubara dan Galena DMP yang ada di Kecamatan Penanggalan, Kecamatan Longkib dan Kecamatan Sultan Daulat. Sementara itu eksplorasi Bijih Besi DMP dilakuan oleh 8 perusahaan yang semua ijin operasi berada di Kecamatan Penanggalan. Pada Saat ini PT. Estamo Mandiri sudah melakukan ijin produksi bijih besi DMP yang beralokasi di Kecamatan Penanggalan dengan luas areal produksi 600 hetar.
Selain potensi perkebunan dan pertanian dan pertambangan, Kota Subulussalam juga memiliki potensi dalam jasa dan perdagangan. Kota Subulussalam merupakan daerah yang strategis , dimana para pengguna jalan yang akan menuju Banda Aceh maupum Medan akan melewati Kota Subulussalam. Sehingga sektor perdagangan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Pada saat ini sarana perdagangan di Kota Subulussalam antara lain toko, kios, warung serta Rumah makan/restoran. Hal ini nantinya akan besar pengaruhnya terhadap peningkatan PBB Kota Subulussalam.


Thanks :)))